Apa sih exposure itu admin? Exposure adalah kemampuan sebuah kamera dalam menangkap dan mengatur intensitas cahaya yang masuk ke medium film. Biasanya untuk membantu fotografer mendapatkan exposure yang tepat digunakan lightmeter (dapat berupa jarum/lampu indikator). Selanjutnya kamera akan melihat scene/frame dan mengatur exposure untuk setiap scene/frame yang digunakan. Exposure juga dipengaruhi oleh aperture, shutter speeds dan ASA. Ketiga komponen ini nantinya akan membentuk yang disebut dengan exposure. Pada kamera analog, terdapat dua mode eksposure. Ada kamera analog yang menggunakan mode exposure manual dan exposure otomatis (AE=automatic exposure, AE program, aperture priority dan shutter speeds priority). Coba lihat mode exposure apa yang kamera sobat pakai.
Jadi sobat, exposure itu adalah gabungan dari aperture, shutter speeds dan ASA yang sobat gunakan dalam satu scene/frame. Beda lagi kalau double/multi-exposure, satu scene/frame lebih dari satu exposure. Nanti kita juga akan membahasnya. Pada dasarnya ada dua kontrol utama untuk fotografi exposure. Pertama "f/stop" atau aperture/bukaan diafragma. Apakah itu? Yakni bilah-bilah logam yang mengatur intensitas cahaya melalui lensa. Kalau sobat mengubah aperture, maka berubah pula intensitas cahaya yang jatuh pada film. Kontrol lainnya adalah shutter speeds yang bertugas mengatur durasi exposure.
Satuan f/stop/aperture/bukaan diafragma adalah diameter bukaan bilah-bilah logam. Biasanya ditulis dengan f/X atau 1/X, dimana X adalah angka aperture-nya. Nantinya aperture ini akan berakibat pada terang-gelapnya intensitas cahaya pada film setiap "1 stop" perubahan pada aperture. Misalnya sobat pakai aperture f/5.6, hasilnya akan dua kali intensitas f/8 dan setengah intensitas f/4 dan lain-lain. Makin besar angka aperture yang sobat gunakan, maka hasil gambarnya akan semakin gelap. Begitu juga dengan perhitungan shutter speeds dalam sepersekian detik.
Rumus Exposure
Nih sobat analog, admin kasih rumus yang selama ini admin pakai dalam menentukan exposure. Semoga bisa ngalahin rumusnya Einstein.
Exposure Formula
E= I x T
Ket:
E= Exposure
I= Intensity (Aperture)
T= Timing (Shutter speed)
Seperti yang admin bilang di atas bahwa exposure adalah kombinasi dari intensitas dan waktu untuk mencapai sebuah gambar dari film. Kombinasi f/stop/aperture/diafragma dan shutter speeds ditentukan oleh kondisi cahaya, kecepatan film dan maksud dari fotografer (misal menambahkan efek tertentu).
f/ 1.4 2 2.8 4 5.6 8 11 16 22
Skala f/stop di atas menunjukkan penurunan intensitas (I) jika dibaca dari kiri ke kanan
sec. 1/1000 500 250 125 60 30 15 8 4 2 1
Skala Shutter speeds di atas menunjukkan peningkatan waktu (T) kalau sobat baca dari kiri ke kanan. Jika sobat menempatkan skala f/stop dan shutter speeds
bersamaan, maka waktu (T) akan meningkat tetapi intensitas menurun dan
sobat akan menemukan bahwa sobat memiliki beberapa pilihan opsi yang
semuanya akan menghasilkan exposure yang sama.
Sebagai Contoh:
Sebagai Contoh:
f/ 1.4 2 2.8 4 5.6 8 11 16 22 1/1000 500 250 125 60 30 15 8 4 2 1 sec.
Jika sobat memaksudkan exposure yang tepat untuk 1/60 pada f/5.6, maka setiap kombinasi pengaturan yang berdekatan di atas juga merupakan exposure yang
tepat. Pada saat 1/125 sec itu berarti adalah setengah waktu (T) dan
f/4 adalah dua kali intensitas yang dihasilkan, sehingga exposure-nya menjadi sama. 1/4 sec di f/22 juga exposure
yang tepat untuk situasi ini. Jadi pada saat sobat meningkatkan waktu
dalam proporsi yang sama, secara bersamaa sobat juga akan menurunkan
intensitas. Coba sobat geser-geser skala f/stop+shutter speed pada tingkat cahaya yang berbeda, sobat akan menemukan beberapa pilihan opsi mana kemungkinan exposure yang tepat:
1.4 2 2.8 4 5.6 8 11 16 22 1/1000 500 250 125 60 30 15 8 4 2 1 sec.
Contoh skala di atas disesuaikan dari 1/60 di f/2.8 (seperempat jumlah cahaya dari contoh sebelumnya). Nah sobat akan dengan mudah melihat bahwa exposure yang tepat dihasilkan jika sobat menggunakan 1/250 sec di f/1.4 dan 1/8 sec di f/8 atau kombninasi yang berdekatan lainnya. Pemilihan kombinasi exposure yang akan digunakan oleh sobat-sobat itu juga tergantung pada objek dan efek yang diinginkan. Ketika sobat memotret objek yang bergerak, sobat mungkin biasanya akan memakai shutter speed yang lebih tinggi untuk menangkap pergerakan objek tersebut. Tetapi saat sobat memotret landscape atau closeup sebuah objek kecil, mungkin sobat perlu bantuan tripod dan menggunakan aperture yang kecil untuk memaksimalkan kedalaman field.
Film Speed
Ada satu variabel lagi yang sangat penting sobat dalam menentukan exposure. Variabel tersebut adalah kecepatan (kepekaan terhadap cahaya) film. Film speed pada kamera analog biasanya ditulis ASA (ISO) dan dinyatakan dalam angka. Satuan ASA adalah angka. Coba cek kamera sobat dan lihat tulisan yang ada ASA-nya. ASA ini berfungsi untuk meningkatkan sensitivitas peningkatan cahaya yang langsung terlihat pada angka-angka ASA di kamera sobat. Setiap kamera analog memiliki angka ASA yang berbeda-beda (cek seberapa sensitifkah kamera sobat). Penggunaan angka ASA ini sangat tergantung dengan kondisi cahaya yang sobat rasakan, dimana nantinya setiap ASA yang sobat pakai langsung berpengaruh ke tingkat kecerahan tiap scene/frame film. Makin tinggi ASA yang sobat pakai, makin sedikit cahaya yang sobat butuhkan untuk mencapai tingkat kecerahan tertentu. Faktor pengali "satu stop" adalah 2x. Sehingga ASA 64 dua kali lebih sensitif terhadap cahaya dibandingkan ASA 32 dan sekitar setengah sensitif ASA 125. ASA 800 akan lebih terang dua kali dibandingkan ASA 400. Jadi semakin tinggi ASA, semakin brightness gambar yang sobat dapatkan. Jika sobat menggunakan light meter, pastikan untuk mengatur meter ke ASA yang sobat gunakan sebelum mengambil gambar. Nah kalau kamera sobat ada DX kode itu akan memudahkan sobat untuk mengatur ASA yang tepat untuk kemera sobat. Sobat tinggal cari film yang ada DX coded film-nya. Jadi kamera akan tahu ASA berapa yang harus digunakan. Masalah ini nanti akan admin bahas lebih dalam pada pembahasan film dan format film. Kira-kira seperti gambar di bawah ini bentuknya.
Menentukan Exposure tanpa Light Meter
Dalam tulisan berikut ini, admin akan coba mengulas soal menentukan exposure yang tepat dimana berkaitan dengan penggunaan light meter atau tanpa menggunakannya. Untuk sobat yang baru belajar atau sudah bisa menentukan exposure tanpa light meter tapi
masih bingung, semoga tulisan ini bisa memberikan inspirasi. Bila sobat
kebetulan sedang berada di luar ruangan (outdoor), terus tiba-tiba light meter kamera analog sobat mati, sobat sekalian tidak usah bingung dalam menentukan exposure. Masih ada cara lain agar exposure yang kita inginkan tepat pada tujuan. caranya adalah dengan menggunakan "Sunny day 16 rule". Apa sih Sunny day 16 rule itu admin? Berikut ini contohnya sobat.
"Sunny day 16 rule" ini bisa sobat buat sendiri. untuk
menggunakannya, sobat tinggal lihat patokan ASA film yang dipakai
sebagai shutter speed dan f/16 sebagai f/stop (aperture) dimana
kondisi cahaya matahari ketika sobat ingin mengambil gambar cerah dengan
bayangan yang jelas dan tajam. Hal ini terlihat dengan posisi matahari
berada di belakang fotografer. Silahkan lihat gambar di atas sobat. Jika
Matahari sudah agak kabur tetapi masih ada bayangan, sobat harus
membuka 1f/stop misal menjadi f/11. Lain lagi jika cuaca mendung tapi
masih terang (tidak ada bayangan) dan matahari tertutup awan, sobat
membutuhkan 2f/stop yakni f/8. Kalau cuacanya mendung tapi teduh aperture-nya
adalah 3f/stop yaitu f/5.6. Intinya sobat harus belajar mengenal dan
peka terhadap perubahan cuaca dan matahari. Seru kan belajar pakai
kamera analog???
Light Meter
Mengenal Bentuk Light Meter
Apa sih light meter itu admin? Jadi sobat-sobat yang disebut light meter adalah sebuah alat bantu yang ada di kamera analog untuk mengukur intensitas cahaya. Light meter pada
kamera analog tipe SLR umumnya terbagi menjadi dua bentuk, ada yang
berbentuk jarum dan ada yang berbentuk lampu indikator. Di mana letaknya
admin? Coba sobat lihat saja melalui viewfinder kamera analog sobat, letaknya biasanya ada di sisi kiri atau sisi kanan. Sedangkan pada kamera jenis rangefinder (RF), light meter kebanyakan menggunakan selenium meter atau selenium cell, akan tetapi ada juga yang sudah berbentuk jarum. Nah taukah sobat kamera SLR film 35mm apa yang pertama kali menggunakan light meter? dan siapakah pembuatnya? Apa bedanya dengan light meter pada kamera SLR 35mm yang lain? Kamera SLR 35mm yang pertama kali menggunakan light meter adalah Nikon F yang
diproduksi pada tahun 1959-1974 oleh Nippon Kogaku K.K (sekarang Nikon
Corporation sejak 1988). Nikon F pertama yang telah dirancang
menggunakan light meter yakni Nikon F Photomic T, Photomic Tn dan Photomic FTn. Metering yang digunakan Nikon F adalah sebuah exposure meter
yang menggunakan sensor eksternal. Perbedaan metering Nikon F dengan
kamera SLR 35mm lainnya adalah apabila pembuat kamera lainnya pada saat
itu membuat sensor eksternal yang hanya terhubung dengan shutter speed, untuk mengoptimalkan utilitas, Nikon merancang sistem sensor eksternal yang dihubungkan dengan aperture dan shutter speed.
Setelah teknologi metering pindah ke sistem TTL (melalui lensa), Nikon
mengembangkan sistem "Center-Weighted Metering" yang berkonsentrasi
pada sensitivitas di pusat frame, sehingga gambar contohnya tidak akan
terlalu dipengaruhi oleh kondisi langit. Sistem ini akhirnya menjadi
standar sistem metering TTL dan diikuti oleh kamera-kamera lain.
Contoh Bentuk Light Meter
Light Meter Menurut Pengukuran Cahayanya
Selanjutnya sobat, admin akan coba jelaskan bagaimana menentukan exposure yang tepat dengan menggunakan bantuan light meter. Untuk sobat-sobat yang baru belajar menggunakan kamera analog, admin sangat merekomendasikan penggunaan light meter. Kenapa? karena di sini sobat nantinya akan belajar mana shutter speed/ASA/aperture yang digunakan dalam menentukan exposure untuk kondisi cahaya yang berlainan. Setelah sobat telah menguasai teknik penggunaan light meter, cobalah untuk mengambil gambar tanpa menggunakannya atau matikan saja light meter kamera analog sobat dengan mencabut baterainya. Kemudian gunakanlah feeling sobat di setiap kondisi cahaya yang berbeda. Sobat akan menemukan asyiknya memakai kamera analog full manual. Di samping itu sobat, rata-rata fotografer kamera analog yang sudah handal tidak akan pernah lagi menggunakan light meter karena felling mereka benar-benar sudah terasah. "Just use your felling to make a true exposure"
Untuk menjadi fotografer kamera analog yang handal, sobat harus bersabar dan mulailah dahulu dengan menggunakan light meter. Penggunaan light meter untuk pemula juga membantu sobat untuk mengirit roll film. Tapi jangan takut menghabiskan ber-roll-roll film kalau sobat mau handal nantinya.
1. Mengenal karakteristik cahaya
Terus gimana admin cara pakai light meter yang benar? Sabar dulu sobat, sebelum kita menggunakan light meter ada baiknya kita mengenal dulu berbagai macam karakteristik cahaya. Kok jadi cahaya sih admin? Karena fotografi itu sesungguhnya adalah "seni dalam proses menghasilkan gambar/foto oleh aksi dari energi radiasi dan terutama cahaya pada permukaan objek yang sensitif". Untuk menjelaskan hal ini, admin akan coba mengkombinasikannya dengan Teoti Quantum. Menurut teori ini, cahaya adalah nama untuk berbagai radiasi elektromagnetik yang dapat dideteksi oleh mata manusia. Jadi, artinya bahwa cahaya itu partikel dan gelombang yang bergerak melalui ruang dan memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Berikut karakteristik cahaya:
- Panjang gelombang, hal ini akan menghasilkan warna cahaya yang berbeda-beda;
- Amplitudo, akan mempengaruhi kecerahan cahaya;
- Polarisasi, sudut cahaya.
2. Mengukur cahaya dan mengontrol eksposure
Selanjutnya yang perlu kita perhatikan saat menggunakan light meter, yakni kita harus bisa mengukur cahaya. Wah admin, berarti yang pakai kamera analog hebat dong bisa mengukur cahaya. Di dunia ini kan tidak ada yang bisa mengalahkan kecepatan cahaya, bagaimana ngukurnya admin? Dalam menggunakan kamera analog mengukur cahaya itu penting sobat. Namanya juga Light Meter, alat bantu untuk mengukur cahaya yang masuk ke kamera analog. Karena hal ini yang akan menentukan shutter speed, aperture dan ASA yang sobat gunakan untuk mendapatkan exposure yang tepat. Secara umum, terdapat dua pengukuran cahaya yang masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan:
- Incident metering, Untuk mengukur cahaya yang jatuh ke objek dengan menggunakan light meter menghadap ke kamera. Metering ini tidak peduli seberapa banyak cahaya yang dipantulkan dari objek. Sobat harus mengukur cahaya yang berasal langsung dari matahari (bila outdoor) dan membias ke objek.
- Kelebihannya, memberikan pengukuran cahaya yang lebih akurat karena menangkap jumlah pasti cahaya yang datang dari sumber cahaya yang menerangi objek.
- Kekurangan, pengukuran ini sangat tergantung dengan jarak sobat (distance). Light meter harus berada pada posisi yang sama dan objek foto menjadi acuan jarak yang digunakan. Hal ini sangat sulit bila kita berada dalam situasi pemotretan atau sedang melakukan fotografi landscape dimana jarak dari objek terbatas.
(Gambar hanya contoh. Analog tidak membutuhkan tambahan light meter luar!) |
2. Reflective Metering, mengukur cahaya yang dipantulkan oleh objek foto. Semua kamera TTL (Through The Lens), termasuk analog menggunakan prinsip reflective metering.
- Kelebihan, memberikan pengukuran cahaya yang cepat dan mudah dari objek foto untuk mendapatkan exposure umum dengan kamera analog sobat.
- Kekurangan, Objek yang memiliki warna lebih terang pada light meter sobat, mencerminkan terlalu banyak cahaya. Sehingga sobat akan mengalami overexposure. Jika terdapat sejumlah cahaya yang mendominasi atau objek dengan warna terang, reflective metering akan "tertipu" dan tidak akan memperhitungkan perbedaan pantulan antara warna terang dan warna gelap, maka sobat akan mengalami underexposure dan hasilnya agak datar.
Reflective metering inilah yang akan menggerakkan light meter kamera analog sobat dengan menganalisis jatuhnya cahaya di objek yang menjadi fokus sobat. Kemudian reflective metering dapat dibagi lagi menjadi 4 (empat) jenis opsi reflective metering
TTL yang ada di kamera SLR analog sobat. Setiap jenis memiliki
spesialisasi sendiri yang mempengaruhi jatuhnya cahaya. Dalam keadaan
sadar, kita sering kali tidak memperhatikan keempat jenis reflective metering ini. Kenapa admin? karena letaknya ada di viewfinder dan mengarah langsung ke lensa. Yang kita perhatikan biasanya hanya melihat metering, atur zooming, bukaan, speed dll. Padahal masing-masing kamera SLR analog memiliki reflective metering yang berbeda-beda.
1. Evaluative
Evaluative, terkadang disebut juga pattern, multi-segment atau matrix metering. Pembacaan matering ini bekerja dengan membagi scene menjadi banyak segmen yang berbeda-beda dan menganalisis pembacaan cahaya dari masing-masing segmen untuk mencapai exposure terbaik. Contoh kamera analog yang menggunakan reflective metering jenis ini, yaitu Nikon FA dan kamera-kamera analog yang memiliki shutter honeycomb.
1. Evaluative
Evaluative, terkadang disebut juga pattern, multi-segment atau matrix metering. Pembacaan matering ini bekerja dengan membagi scene menjadi banyak segmen yang berbeda-beda dan menganalisis pembacaan cahaya dari masing-masing segmen untuk mencapai exposure terbaik. Contoh kamera analog yang menggunakan reflective metering jenis ini, yaitu Nikon FA dan kamera-kamera analog yang memiliki shutter honeycomb.
- Pembacaan metering ini adalah reflective metering standard yang ada di hampir semua kamera analog yg sudah ada elektroniknya, sebelum Nikon membuat Center Weighted Metering, karena paling mudah untuk digunakan.
- Reflective metering ini mempertimbangkan intensitas cahaya di beberapa titik dalam scene, dan kemudian menggabungkan hasilnya untuk exposure terbaik.
- Pada kamera analog pembacaan ini terkait dengan titik fokus pada saat kita ingin mengambil gambar dari sebuah objek. Sehingga kamera nantinya akan membias metering menuju daerah di sekitar titik fokus.
- Evaluative metering sangat mampu dalam melakukan pembacaan, bahkan dapat memperhitungkan warna dan jarak objek. Akan tetapi terkadang salah melakukan pembacaan dalam kebanyakan situasi.
- Kamera analog dengan pembacaan ini sangat bagus untuk landscape dan portrait.
Evaluative/matrix metering baik digunakan jika sobat mendapatkan
momen dimana cahaya terlalu mencolok sehingga sobat agak bingung dalam
menggunakan light meter. Jenis reflective metering ini
juga sangat baik digunakan jika sobat membutuhan pembacaan metering dan
menangkap gambar dengan cepat, karena evaluative metering bekerja
menggunakan zona-zona.
Contoh kamera analog dengan evaluative metering ditemukan di:
Contoh kamera analog dengan evaluative metering ditemukan di:
- Canon FT, FT QL, FTB, A-1, AT-1, AE-1 dll
- Nikon FA, Nikon FM2 honeycomb, FM3A honey comb, F4, F5, F100 dan semua Nikon SLR AF
- Leica R8
Contoh Evaluative/matrix metering |
Pembacaan Evaluative/Matrix metering |
2. Center Weighted Metering
Seperti yang telah admin jelaskan di atas, bahwa Nikon adalah pelopor dari kamera analog yang menggunakan Center Weighted Metering sejak tahun 1960-an dan diikuti oleh kamera-kamera analog lainnya. Terutama kamera analog full manual yang menggunakan pembacaan jenis ini. Dengan sistem ini, exposure dihitung berdasarkan intensitas cahaya di pusat area gambar. Pembacaan ini sangat handal bila menggunakan lensa standar, dengan asumsi objek menempati daerah pusat frame. Pembacaan ini hampir sama dengan matrix metering, tetapi pembacaannya dilakukan dari area yg lebih kecil/sempit.
- Pembacaan reflective metering ini memfokuskan diri sekitar 60-80% pada bagian pusat viewfinder, sisanya area yang berada di pinggir frame akan dikesampingkan.
- Keuntungannya adalah pembacaan ini tidak dipengaruhi oleh kedaan langit dan area kecil di sekitar tepi ftrame yang memiliki tingkat kecerahan beragam.
- Gunakan kamera dengan pembacaan jenis ini bila sobat ingin mengambil gambar close-up atau objek yang relatif besar/lebar yang berada di tengah frame.
Center-weighted metering sangat baik digunakan bila sobat ingin
mengambil gambar close-up dan portrait dimana objek relatif lebar.
Sehingga metering melakukan pembacaan dengan menitik-beratkan langsung
pada objek dan mengurangi pengeksposan pada background. Reflective metering
jenis ini lebih mudah untuk diprediksi daripada evaluative/matrix
metering sehingga sobat akan mendapatkan hasil yang loebih konsisten.
Misal contoh momennya, bila objek yang sobat ingin ambil tertembak oleh
cahaya penuh dari matahari dan sobat ingin fokuskan hasilnya di
objeknya, seketika pula kontras yang tinggi akan sobat dapatkan di
objeknya dari background-nya.
Contoh kamera analog dengan center weighted metering ditemukan di:
Contoh kamera analog dengan center weighted metering ditemukan di:
- Nikon FM, Nikon FM2 non honeycomb, Nikon F2 Photomic, FG, FE, F3, F4, F5
- Canon T70, Canon A-1
Contoh Center Weighted Metering |
Pembacaan Center Weighted Metering |
3. Partial Metering
- Pengukuran cahaya dengan jenis reflective metering ini menganalisis dan mempertimbangkan cahaya di daerah yag lebih besar dari objek sobat, sekitar 10 atau 15 % dari frame. Berawal dari pusat bagian depan dan melebar ke luar.
- Reflective metering jenis ini sangat bagus bila sobat gunakan ketika mendapatkan momen dengan kontas yang tinggi. Misalnya, objek yang sobat foto adalah orang yang berdiri membelakangi sunset dimana berarti menghadap sobat dan sunset sebagai background. Dalam situasi demikian, cahaya sunset akan ekstra terang dan sebaliknya wajah objek foto sobat akan jauh lebih gelap karena back light. Bila sobat menggunakan kamera analog yang menggunakan partial metering, sobat akan bisa mendapatkan pembacaan di wajah objek tanpa metering kamera sobat dipengaruhi oleh cahaya sunset yag terlalu cerah.
- Nikon N50, N55, N60, N65
- Partial Metering paling banyak ditemukan pada Canon, seperti Canon F-1, Canon Elan II E, Elan 7 E dll
Contoh Partial Metering |
4. Spot Metering
Selanjutnya sobat ada spot metering. Sobat pasti tahu kamera analog apa yang menggunakan jenis metering ini, yaitu Pentax Spotmatic SP, Spotmatic SP II dan Spotmatic SPF. Kamera analog Pentax dengan lensa screw mount (ulir) ini diproduksi pada tahun 60an dan 70an, sebelum Pentax K mount bayonet (K1000, KM, K2, KX) muncul. Namanya diambil dari reflective metering yang digunakannya. Sebenarnya Partial metering dan Spot metering beroperasi dengan basic yang sama, yaitu cahaya di bagian yang jauh lebih kecil dari objek gambar (biasanya tengah) diukur dan exposure diatur berdasarkan bacaan tersebut.
- Spot metering mengukur cahaya di daerah yang sangat kecil dari frame. Umumnya mungkin 1-5% tepat di pusat gambar, sedangkan partial 10-15%. Hanya itu perbedaan di antara keduanya.
- Keunggulan reflective metering jenis ini adalah mengukur cahaya yang sangat akurat karena tidak akan dipengaruhi oleh cahaya lain di dalam frame.
- Bila sobat menggunakan kamera dengan jenis metering ini, sobat akan mendapatkan kontras yang tinggi/bagus dan exposure yang lebih spesifik.
- Oleh karena itu, bila sobat memotret bulan atau benda-benda yang ada di langit lainnya menggunakan kamera dengan jenis metering ini, hasilnya akan bagus karena exposure yang dihasilkan sangat akurat.
Spot metering biasanya banyak digunakan oleh fotografer profesional, terutama dalam keadaan back lit tanpa hasilnya menjadi silhouette
(siluet). Spot metering juga digunakan untuk objek yang relatif
berjarak jauh atau biasanya digunakan untuk fotografi makro, terutama
jika objek tidak mengisi seluruh frame. Akan tetapi sobat harus
benar-benar memperhatikan jika menggunakan jenis reflective metering
ini, karna walaupun sobat mendapatkan gambar dengan objek yang
terekspos dengan baik, sobat juga bisa kehilangan sisa dari jepretan.
Beberapa contoh momen yang baik jika menggunakan spot metering akan
admin berikan. Cahaya pada objek sobat merata dan menyala tetapi lebih
bagus jika objek sobat kontras warnanya. Misal, sobat memotret anjing
berwarna putih dengan background gelap atau orang memakai pakaian
hitam berdiri di depan gedung berwarna putih. Contoh yang paling baik,
yakni terang bulan pada malam hari dengan latar belakang langit yang
sangat gelap. Jika sobat menggunakan matrix metering untuk menangkap
bulan dalam situasi demikian, yang akan sobat dapatkan adalah lingkaran
putih terang tanpa detail apapun.
Contoh kamera analog yang menggunakan spot metering dapat ditemukan di:
- Pentax Spotmatic SP, SPII, SPF, ZX-5N, MZ-S
- Minolta Auto Spot 1, Minolta SR-T 102, XG-1
- Nikon F4, F5, F100, N70, N75, N80, N90
- Canon A2E, Canon T90
- Olympus Om-4
- Soligor
- Seconic
- Gossen.
Contoh Spot Metering |
Pembacaan Spot Metering |
Jadi secara keseluruhan kamera analog memiliki empat pembacaan reflective metering yang berpengaruh di dalam penggunaan light meter dan mendapatkan exposure yang baik. Pembacaan tersebut adalah evaluative, center weighted, partial dan spot metering.
Center-weighted, partial dan spot metering, ketiganya mengambil pembacaan exposure
dari pusat frame. Hal tersebut mengingat bahwa kebanyakan fotografer
selalu menempatkan objek mereka di tengah frame. Bila sobat ingin
belajar mendapatkan komposisi yang bagus, mungkin ketiga pembacaan
tersebut bisa diandalkan. Untuk mendapatkan komposisi yang bagus
tidaklah mudah sobat. Akan tetapi sobat jangan sampai terjebak dan
selalu menempatkan objek di pusat frame, karena sobat masih dapat
mengeksplor kemampuan sobat dengan menempatkan objek di lain tempat.
Sedangkan evaluative metering dikembangkan oleh produsen kamera untuk
memudahkan kita mendapatkan exposure dengan objek di tengah frame. Kamera akan membagi viewfinder menjadi zona-zona dan membandingkan pembacaan exposure dari setiap zona dan menyarankan pengaturan exposure yang harus digunakan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar