Senin, 29 Februari 2016

Langkah-langkah Membuat PCB

Pembuatan PCB diawali dengan merancang tata letak dan jalur rangkaian berdasarkan diagram skema. Untuk mempermudah dalam merancang tata letak digunakan kertas grid. Tata letak yang dihasilkan kemudian digunakan untuk merancang jalur rangkaian dengan menggunakan kertas trasparan. Caranya yaitu dengan meletakan kertas transparan (tembus cahaya) di atas gambar tata letak kemudian gambar jalur rangkaian. Selain kertas transparan dapat digunakan kertas kalkir atau plastik transparasi untuk OHP. Gambar jalur rangkaian pada kertas transparan ini dapat disebut sebagai film. Disebut film positip jika gambar jalur rangkaian dibuat hitam . Disebut film negatif jika yang dihitamkan adalah dasarnya, sedang yang bening sebagai jalur rangkaian-nya.
Gambar jalur rangkaian pada kertas transparan (film) kemudian disalin ke atas papan lapis tembaga kosong. Penyalinan ini dapat dipilih salah satu diantara tiga metode, yaiu metode gambar langsung, metode fotografik atau metode sablon.
Metode gambar langsung, jalur rangkaian digambar langsung di atas bahan papan lapis tembaga kosong dengan menggunakan tinta / cat atau bahan tempel yang tahan (resist) terhadap cairan pelarut.
Langkah-langkah pembuatan papan rangkaian tercetak ditunjukan dalam Gambar 1 di bawah.

Gambar 1. Blok Diagram Pembuatan PCB

Pada metode fotografik, gambar jalur rangkaian pada film (kertas tembus cahaya) diletakan di atas papan lapis tembaga kosong yang sudah dipekacahayakan (dilapisi bahan foto resist). Kemudian secara fotografi, papan beserta film disinari (ekspose) untuk memindahkan bayangan gambar jalur rangkaian ke atas papan lapis tembaga kosong.
Pada metode sablon, gambar jalur rangkaian pada film (kertas tembus cahaya) dipindahkan ke screen yang kemudian digunakan untuk membuat gambar jalur rangkaian pada papan lapis tembaga kosong.
Gambar jalur rangkaian pada papan lapis tembaga difungsikan sebagai bahan pelindung (resist). Setelah pelarutan dengan cairan pelarut yang disebut etchant, semua lembaran tembaga kecuali yang tertutup atau tergambar oleh bahan resist akan dilarutkan. Hasilnya merupakan jalur rangkaian yang tertinggal pada bahan alas
Langkah selanjutnya adalah membersihkan PCB dari bahan pelarut tembaga maupun bahan gambar kemudian dikeringkan. Setelah PCB kering, dilakukan pengeboran atau pembuatan lubang-lubang kaki komponen serta penyelesaian akhir pembuatan PCB.

Struktur Kerja / Materi

Struktur kerja pembuatan papan rangkaian tercetak adalah sebagai berikut :
1) Menyiapkan Gambar
Fotokopilah gambar tata letak dan jalur rangkaian yang telah dibuat. Gambar hasil fotokopi yang akan digunakan, sedang gambar aslinya disimpan sebagai master dan dapat digunakan lagi pada masa mendatang. Digunakan gambar fotokopi karena gambar akan rusak setelah digunakan untuk menandai titik-titik bantalan.

2) Menyiapkan Papan Lapis Tembaga Kosong
a) Potonglah papan lapis tembaga kosong sesuai dengan ukuran akhir, tapi beberapa orang lebih suka memotongnya lebih besar dan memotongnya lagi setelah pelarutan. Pinggiran yang kasar diratakan dengan kikir.
b) Bersihkan permukaan papan lapis tembaga.
c) Permukaan papan lapis tembaga kosong harus bersih dari segala bentuk minyak, gemuk dan semacamnya agar pelarutan dapat dilakukan dengan berhasil.

Cara pembersihannya adalah sebagai berikut:
(1) Basahi permukaan tembaga dengan air yang mengalir
(2) Bubuhkan bubuk gosok secukupnya diatas permukaan tembaga.
(3) Dengan kain halus atau kertas pembersih, gosoklah pada seluruh permukaan tembaga sampai cukup mengkilap. Jangan menggosok terlalu keras karena bisa merusakan lapisan tembaga.
(4) Sesudah digosok, bersihkan di bawah air mengalir.Apabila papan telah bersih dari minyak dan oksida maka air akan mengalir keseluruh permukaannya. Bila masih ada kontaminasi / minyak, air akan menghindari daerah ini. Setelah bersih jangan lagi menyentuh permukaan tembaga dengan tangan, lemak-lemak pada badan akan berkontaminasi dengan permukaan papan. Mulai sekarang untuk menanganinya dengan memegang tepinya.
(5) Bersihkan air pada permukaan papan dengan meletakannya secara berdiri dan biarkan air mengalir ke bawah atau keringkan dengan kain yang bersih.

3) Membuat Tanda Titik Bantalan
Letakan salinan tata letak / jalur (fotokopi) di atas papan lapis tembaga kosong yang sudah dipotong dengan ukuran yang sama dan ditahan dengan pita perekat. Ketoklah titik-titik pada salinan tata letak / jalur dengan penitik. Perlu diperhatikan pada saat menitik jangan diketok terlalu keras karena bisa menyebabkan pecahnya papan.
Tanda titik hanya sekedar menandai bahwa pada titik tersebut akan dibuat bulatan bantalan. Setelah semua tanda titik diketok maka salinan tata letak / jalur (fotokopi) dilepaskan.

4) Membuat Bulatan Bantalan dan Jalur
Pembuatan bulatan bantalan dan jalur rangkaian dapat menggunakan bermacam-macam bahan resist dan metoda. Pemilihan bahan dan metode disesuikan dengan anggaran dan ketrampilan dalam menggambar. Hal lain yang perlu diperhatikan dalam pemilihan bahan adalah tersedianya bahan penghapus bahan resist. Penghapus digunakan untuk pembenahan apabila terjadi kesalahan dan diperlukan sesudah pelarutan, karena sebelum dilakukan penyolderan resist harus dihapus dahulu.
Metode yang digunakan di sesuaikan dengan bahan. Metode cap menggunakan bahan tinta pelindung (resist ink). Metode tempel menggunakan pola-pola resist yang di pindahkan, misalya bahan rugos. Metode gambar langsung menggunakan pena dengan tinta resist / spidol permanen. Metode - metode diatas bisa digunakan secara saling melengkapi.

5) Sentuhan Akhir
Periksa gambar yang telah dibuat, apakah gambar telah sama dengan gambar master atau belum. Struktur kerja atau langkah kerja pembuatan papan rangkaian tercetak dapat dijelaskan dengan menggunakan Gambar 2 di bawah.


Cara di atas menurut saya merupakan yang mudah dan praktis dalam membuat PCB. Setelah dilarutkan dengan FeCL3 segera bersihkan lapisan tinta dengan Tiner A dan cuci dengan air serta gosok dengan sabun. Selanjutnya oleskan larutan pelindung Arpus. Cara pembuatannya, ambil 1 sendok makan Serbuk Arpus (Gondorukem/(resina colophonium)) kemudian larutkan dengan 150-ml Tiner A.

Minggu, 28 Februari 2016

Papan Rangkaian Tercetak


Papan Rangkaian Tercetak (PRT) atau sering juga disebut PCB (Printed Circuit Board) merupakan papan pemasangan komponen elektronika yang jalur hubungannya menggunakan papan berlapis tembaga.

Pembentukan jalur PCB dilakukan dengan cara etching (pelarutan), dimana sebagian tembaga dilepaskan secara kimia dari suatu papan lapis tembaga  kosong (blangko). Tembaga yang tersisa beserta alasnya itulah yang akan membentuk jalur pengawatan PCB.

Papan Berlapis Tembaga
Papan berlapis tembaga disebut juga Cupper Clade Board. Pembuatan papan berlapis tembaga dilakukan dengan cara laminasi yaitu melekatkan lembaran tipis tembaga dengan ketebalan 0,0014 inchi sampai dengan 0,0042 inchi  di atas substrat atau alas.
Substrat terbuat dari bahan Phenolik atau bahan serat gelas (fibre glass). Papan rangkaian yang terbuat dari bahan Phenolik tidak boleh digunakan pada frekuensi di atas 10 MHZ, karena akan mengakibatkan kerugian signal.
Papan Phenolik biasanya berwarna coklat. Papan rangkaian yang terbuat dari bahan serat gelas mampu menangani frekuensi sampai dengan 40 MHz. Papan ini mempunyai warna kehijauan dan semi transparan.

Penyimpanan bahan berbahaya dan beracun B3.

Bahan kimia berbahaya harus disimpan dengan cara yang tepat, untuk mencegah kemungkinan terjadi bahaya. Perlu juga dijamin agar bahan kimia berbahaya tidak bereaksi dengan bahan lain yang disimpan ditempat yang sama. Bahan kimia yang bersifat eksplosif tidak boleh disimpan bersamaan dengan bahan kimia lainnya.

Untuk pengamanan suatu bahan kimia dengan bahaya lebih dari satu macam, segenap jenis bahayanya harus diperhatikan dan di amankan.
Fasilitas yang diperlukan dan prosedur penyimpanan harus menjamin keselamatan dari seluruh kemungkinan bahaya.
Dibawah ini disajikan keselamatan yang bertalian dengan penyimpanan bahan berbahaya sebagai berikut:

1. Bahan mudah meledak
a) Tempat penyimpanan bahan kimia mudah meledak, udara dalam ruangan harus baik dan bebas dari kelembaban.
b) Tempat penyimpanan harus terletak jauh dari bangunan lainnya, dan jauh dari keramaian untuk menghindarkkan pengaruh korban apabila terjadi ledakan. Ruangan harus terbuat dari bahan yang kokoh dan tetap dikunci sekalipun tidak digunakan. Lantai harus terbuat dari bahan yang tidak
menimbulkan loncatan API.
c) Penerangan tempat ini harus terbuat dari penerangan alami atau listrik anti ledakan.

2. Bahan yang mengoksidasi 
Bahan ini kaya akan oksigen, membantu dan memperkuat proses pembakaran. Beberapa dari ini membebaskan oksigen pada suhu penyimpanan, sedangkan yang lain masih perlu pemanasan. Jika
wadah dari bahan ini rusak, isinya mungkin bercampur dengan bahan yang mudah terbakar dan merupakan sumber terjadinya nyala API. Resiko ini dapat dicegah dengan membuat tempat
penyimpanan secara terpisah dan diisolasi.
Penyimpanan bahan kimia yang mengoksidasi kuat dekat cairan yang mudah terbakar, sangat berbahaya. Untuk keamanannya, harus menjauhkan semua bahan yang dapat menyala dari bahan bahan yang mengoksidasi. Tempat penyimpanan harus sejuk dan dilengkapi dengan pertukaran udara yang baik serta bangunan tahan api.

3. Bahan kimia yang mudah terbakar 
Suatu gas dikatakan mudah terbakar jika gas itu menyala dalam udara atau oksigen, hydrogen, propane, butane, etilene, hydrogen sulfide, gas arang batu dan etana merupakan gas yang mudah
terbakar. Beberapa gas seperti asam sianida (HCN) dan Sianogen dapat terbakar dan beracun. Bahan kimia cair yang mudah menyala dikelompokkan atas titik nyalanya.

Bahan kimia yang mudah menyala harus disimpan ditempat yang cukup sejuk, dengan tujuan mencegah nyala jika uapnya tercampur udara. Daerah penyimpanan harus terletak jauh dari
sumber panas dan terhindar dari bahaya kebakaran. Dalam penyimpananya, bahan kimia ini harus dipisahkan dari bahan oksidator kuat atau dari bahan yang dapat terbakar sendiri (selfcombustible). Instalasi listrik tempat penyimpanan harus dihubungkan ketanah dan diperiksa secara berkala.

4. Bahan kimia beracun 
Kemasan bahan kimia beracun tidak mungkin dibuat sempurna, sehingga terjadi kebocoran-kebocoran, dan uap bahan kimia beracun yang masuk kedalam udara perlu pertukaran udara yang
baik. Tempat penyimpanan bahan kimia ini harus sejuk dengan pertukaran udara yang baik, tidak kena sinar matahari langsung, jauh dari sumber panas dan harus dipisahkan dengan bahan kimia
lainnya.

5. Bahan kimia korosif 
Bahan kimia yang bersifat korosif antara lain asam Florida, asam klorida, asam nitrat, asam semut dan asam perklorat. Bahan kimia ini dapat merusak kemasannya dan bocor keluar atau menguap
keudara. Bahan yang menguap ke udara dapat bereaksi dengan bahan organic atau bahan kimia lainnya, yang bereaksi keras dengan uap air dan menimbulkan kabut asam yang menggangu
kesehatan tenaga kerja. Dalam penangananya bahan kimia tersebut harus didinginkan diatas titik bekunya.
Tempat penyimpanan bahan kimia yang bersifat korosif harus terpisah dari bangunan lainnya, terbuat dari dinding dan lantai yang tahan korosi dan tidak tembus serta dilengkapi fasilitas penyalur tumpahan.


Pembuatan tabel menurut lembar data keamanan material kimia (Material Safety Data Sheet- MSDS)

Material Safety Data Sheet (MSDS)  

MSDS merupakan dokumen yang dibuat khusus tentang suatu bahan kimia mengenai pengenalan umum, sifat-sifat bahan, cara penanganan, penyimpanan, pemindahan dan pengelolaan limbah
buangan bahan kimia tersebut.
Berdasarkan isi dari MSDS maka dokumen tersebut sebenarnya harus diketahui dan digunakan oleh para pelaksana yang terlibat dengan bahan kimia tersebut yakni produsen, pengangkut, penyimpan, pengguna dan pembuangan bahan kimia. Pengetahuan ini akan dapat mendukung budaya terciptanya kesehatan dan keselamatan kerja.
Ketersediaan MSDS laboratorium di lembaga riset saat ini belum memasyarakat padahal ketersediaan MSDS cukup penting dan digunakan juga sebagai salah satu kriteria laboratorium standart.

MSDS di perguruan tinggi di Indonesia umumnya hanya tersedia di perpustakaan. Saat ini masih banyak peneliti, teknisi laboratorium yang belum begitu mengenal MSDS, meskipun mereka rutin berkecimpung dengan aktivitas yang melibatkan kontak dengan bahan kimia.

Berdasarkan permasalahan di atas maka diperlukan penyebarluasan informasi tentang MSDS khususnya mengenai sifat-sifat senyawa Iodin, HI dan H2SO4, SO2 untuk mendukung keselamatan kerja pada riset reaksi bunsen sebagai bagian produksi hidrogen melalui proses I-S.

Salah satu hal yang penting untuk diperhatikan dalam MSDS adalah mengenai simbol tanda bahaya.

Pada MSDS simbol dikelompokkan menjadi 4 yaitu

  • bahaya dari segi kesehatan, 
  • bahaya kemudahan terbakar, 
  • bahaya reaktivitas  dan
  • bahaya khusus  
digunakan simbol belah ketupat yang terdiri empat bagian.

Arti simbol tersebut adalah :
 Bagian sebelah kiri berwarna biru menunjukkan skala bahaya kesehatan
 Bagian sebelah atas berwarna merah menunjukkan skala bahaya kemudahan terbakar
 Bagian sebelah kanan berwarna kuning menunjukkan skala bahaya reaktivitas
 Bagian sebelah bawah berwarna putih menunjukkan skala bahaya khusus lainnya
 
Gambar. Simbol belah ketupat untuk MSDS

Masing-masing bagian akan terisi dengan angka skore tertentu dengan nilai 0, 1, 2, 3, atau 4 tergantung dari tingkat bahaya bahan kimia. Skore 0 mengindikasikan bahan kimia tidak berbahaya,
sedangkan skore 1 menunjukkan bahaya pada level rendah dan skore 4 menunjukkan bahan tersebut termasuk sangat berbahaya.

MSDS tentang sifat dan karakter dari bahan yang digunakan untuk produksi hidrogen ini dibuat untuk digunakan sebagai acuan agar setiap pelaksanaan kegiatan dapat berjalan dengan lancar dan
aman serta mempertimbangkan aspek keselamatan pada personel dan lingkungan. Salah satu permasalahan pada proses reaksi bunsen yang perlu diteliti adalah pengetahuan, pemahaman serta
pengimplementasian tentang sifat bahan yang digunakan sebagaimana yang termuat dalam MSDS.

Hipotesa untuk mengatasi permasalahan adalah dengan memahami dan mengimplementasikan sifat bahan, keselamatan dan kesehatan kerja di laboratorium dapat terjamin.

Penerapan sistem pengendalian macam-macam bahan kimia berbahaya dan beracun limbah B3 berdasarkan peraturan dan undang-undang

Limbah industri telah menjadi bagian yang terpisahkan dari aktivitas pembangunan. Pada mulanya, limbah industri hanya dianggap sebagai produk sampingan dari proses penggunaan sumberdaya alam, yang kemudian dibuang kembali ke alam.

Namun karena daya dukung alam semakin berkurang, pembuangan limbah kemudian menjadi masalah. Tidak saja kualitas lingkungan yang menurun drastis tetapi juga dampak terhadap manusia dan makhluk hidup lainnya menjadi semakin nyata. Sebagai contoh, ancaman limbah industri terhadap kesehatan manusia telah menyebabkan masyarakat enggan berdekatan dengan lokasi pengolahan limbah.
Kasus penolakan masyarakat di Cerme Kabupaten Gresik terhadap rencana pendirian instalasi pengolahan limbah B3, misalnya, telah menjadi suatu contoh yang baik betapa di satu pihak masyarakat menghendaki kualitas lingkungan yang sehat, namun di lain pihak tidak mau berkompromi apabila lokasi tempat tinggalnya berdekatan dengan lahan pengolahan limbah. Hal ini dalam bidang pengelolaan limbah sering dikenal sebagai NIMBY (Not In My Backyard) Syndrome.

Dengan adanya kecenderungan sikap kontradiktif dari masyarakat ini, perlu direnungkan kembali bagaimanakah pola pengelolaan limbah industri yang tepat agar dapat menjadi solusi terbaik bagi semua pihak yang terlibat. Karena itu materi yang akan dibahas dalam buku ini berkaitan dengan penawaran konsep-konsep yang dapat digunakan sebagai salah satu bahan pertimbangan dalam mengatasi masalah limbah industri, khususnya di tanah air.

Peraturan yang berkaitan dengan pengelolaan limbah industri

Di Indonesia sendiri, peraturan yang berkaitan dengan pengelolaan limbah industri telah dituangkan dalam UU 23/1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup yang diundangkan sebagai pengganti UU No. 4/1992.
Secara spesifik hal ini ditindaklanjuti dalam Peraturan Pemerintah, PP 19/1994 tentang Pengelolaan Limbah Berbahaya dan Beracun dan PP 12/1995 tentang Perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1994 Tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun dan diperbarui dengan dikeluarkannya PP 18/1999 Tentang Pengelolaan Limbah Bahan.

Hal-hal yang diatur dalam PP 19/1994 yang kemudian disempurnakan dalam PP 12/1995 diantaranya adalah:
1. Kewajiban bagi setiap penghasil limbah B3 (atau badan usaha yang mendapat ijin Bapedal) untuk mengolah limbahnya.
2. Kewajiban bagi badan usaha pengelola limbah B3 yang melakukan pengumpulan, pengolahan, penimbunan, pemanfaatan dan usaha pengangkutan limbah B3
3. Ketentuan mengenai pengawas dan pelaksanaan pengawasan pengelolaan limbah B3.
4. Ketentuan teknis administratif dalam kegiatan pengelolaan limbah B3, termasuk sanksi-sanksi pelanggarannya.

Semua ketentuan yang berhubungan dengan para pelaku pengelolaan limbah B3, baik itu penghasil, pengumpul, pengangkut, maupun pengolah/penimbun telah diperinci secara jelas, dan hal-hal teknisnya diterjemahkan dalam Keputusan Kepala Bapedal yang mencakup seluruh aspek yang berhubungan dengan pengelolaan limbah dari mulai sumber sampai pembuangan akhir (from cradle to grave).

2. Permasalahan yang timbul dalam pengelolaan limbah industri:

Pertama, seperti telah disinggung diatas, adanya sikap masyarakat yang kontradiktif dalam menyikapi permasalahan pembuangan limbah B3. Dari kenyataan yang ada, sikap yang sama juga diperlihatkan
masyarakat terhadap pembuangan limbah domestik yang relatif tidak berbahaya. Ditambahkan lagi, sampai saat ini tidak ada satupun database yang dipunyai untuk mengetahui aliran dan deposit limbah
industri dalam suatu kawasan, apakah itu perkotaan ataupun permukiman. Dari aktivitas perdagangan dan industri yang dilakukan di kota, kota Surabaya misalnya, belum ada studi yang dilakukan untuk
mengetahui berapa tonase kadar logam berat yang terdeposit di tanah per tahunnya, berapa banyak logam berat yang ikut terbawa aliran sungai ataupun berapa yang terdeposit sebagai sedimen dalam badan air lainnya. Bahkan untuk aspek yang sederhana sekalipun, seperti berapa prosentase beban limbah yang termasuk dalam kategori B3 dan non B3 yang dihasilkan oleh kota Surabaya, tidak ada yang tahu.

Kedua, seharusnya adanya ketentuan teknis dalam pengelolaan limbah industri di atas akan menciptakan peluang bagi para pengusaha untuk menciptakan bidang usaha yang baru dan bagi praktisi/ilmuwan untuk menciptakan teknologi baru, namun mengapa hal ini tidak menjadi
kenyataan?

Ketiga, berhubungan dengan sikap pengusaha yang sampai saat ini berpendapat bahwa mengelola limbah hanya merupakan beban semata, extra-costs yang dapat menyebabkan hilangnya daya saing.
Perusahaan yang akan menerapkan program pengelolaan limbah sering menghadapi banyak kendala yang umumnya berhubungan dengan sikap atau pandangan negatif para personel misalnya, bahwa tindakan ini hanya akan meninggikan biaya, hal ini bisa menurunkan kualitas produk, dampaknya tidak akan dialami orang-perorang secara pribadi, dan sebagainya.

Keempat, walaupun dalam UU maupun peraturan yang ada, semua aspek yang berhubungan dengan pengelolaan limbah industri/B3 telah dibahas secara rinci, namun dalam pelaksanaannya masih terasa
kurang efektif. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh sikap pemerintah pusat yang overprotective. Artinya Menteri/Kepala Bapedal masih berperan besar dalam menentukan boleh tidaknya atau layak/tidaknya suatu perusahaan mengolah/membuang limbah B3 sendiri. Adanya ketentuan seperti ini menyebabkan pejabat pengawas di daerah menjadi kurang berperan dan sama sekali tidak efektif dalam mengawasi/mengendalikan masalah pencemaran limbah B3 yang terus berlangsung sejalan dengan adanya aktivitas industrinya. Apalagi, unit  pengolahan limbah B3 yang diakui pemerintah setidaknya baru satu, yaitu WMI di Cileungsi, Bogor. Hal ini, selain menyulitkan para pengusaha penghasil limbah B3, juga akan meningkatkan biaya pembuangan, terutama bagi mereka yang berada pada lokasi yang berjauhan. Kondisi seperti ini akan menciptakan peluang bagi pengusaha tersebut untuk secara sembunyi-sembunyi melakukan pembuangan secara illegal sebagian dari limbah B3 ke lingkungan terdekat, yang pada akhirnya mengakibatkan kerugian bagi masyarakat secara umum.

Kajian teknis pengelolaan limbah industri
Berdasarkan pada permasalahan yang ada, perlu dilakukan kembali kajian teknis terhadap pengelolaan limbah industri untuk mengetahui hal-hal apa saja yang dapat dilakukan untuk penyempurnaan pelaksanaan di Indonesia. Menurut Wentz (1995), pengelolaan limbah
industri meliputi aspek-aspek yang berhubungan dengan:
a). Eliminasi atau reduksi limbah
b). Recycling/reuse limbah
c). Pengolahan/destruksi limbah
d). Pembuangan limbah.

Aspek pertama adalah eliminasi atau reduksi (atau dikenal juga sebagai minimisasi) limbah sebenarnya merupakan konsep yang relatif “baru”, karena dikembangkan setelah pengelolaan limbah industri mengalami penyempurnaan beberapa kali. Pada awal tahun 1970-an, pengelolaan limbah industri ditekankan pada aspek pengolahan sehingga teknologi unggulan untuk mengolah limbah industri berkembang pesat saat itu. Konsep ini menekankan pada penanganan limbah pada bagian hilir proses produksi sehingga dikenal sebagai the end-pipe technology. Namun pada tahun 1980-an, sejalan dengan meningkatnya kesadaran masyarakat luas dan kalangan industri bahwa mengolah limbah – apapun jenis teknologi pengolahan yang digunakan – memerlukan biaya yang besar, maka dilakukan revolusi terhadap konsep pengelolaan limbah industri yang kemudian lebih menekankan pada prinsip minimisasi limbah (yang awalnya secara ambisius) dideklarasikan sebagai “zero pollution growth”. 

Zero pollution menggunakan pendekatan yang mengupayakan pengurangan polutan dari limbah agar limbah yang dibuang tidak menimbulkan dampak pencemaran.

Metoda yang digunakan ada 3 :
- Recovery, Recycle, Reuse dan Reduce didalam perusahaan sendiri sehingga dapat meminimisasi limbah, biasanya mencapai (15 – 75) %
- Melakukan recovery yang kemudian dibawa atau dijual ke perusahaan lain diluar lokasi pabrik, misalnya pemanfaatan limbah lemak industri penyamakan kulit oleh perusahaan pembuatan sabun.
- Menciptakan zonasi industri penghasil dan pemakai limbah dalam satu kompleks. Hal ini paling layak dilakukan karena biasanya lebih ekonomis terutama dalam penghematan aspek transportasinya.

Berbeda dengan konsep sebelumnya, prinsip eliminasi/reduksi limbah ini mengutamakan pengelolaan pada bagian hulu proses industri, sehingga penggunaan teknologi pengolahan hanya menjadi alternatif yang paling akhir. Lalu pada awal tahun 1990-an, para ahli menyadari bahwa tidak mungkin menghilangkan limbah sama sekali, sehingga kemudian diperkenalkan konsep minimisasi limbah melalui penggunaan azas 4R seperti yang sebagian dinyatakan di atas yaitu (recycle dan reuse) ditambah dengan istilah recovery, dan reduce.

Recycle adalah proses mendaur ulang air bekas proses atau bahan baku yang tidak ikut terolah ke dalam aktivitas proses produksi.
Contoh : Pemanfaatan kembali efluen pada pengolahan limbah dengan proses Trickling Filter sebagai pengencer, atau pemanfaatan kembali pulp serat pendek yang untuk proses pembuatan kertas dengan kualitas kelas dua, pada sebuah proses produksi pembuatan kertas berkualitas tinggi..

Reused adalah proses mendaur ulang bahan baku yang sudah dipakai untuk keperluan lain yang bermanfaat tanpa merubah keadaan fisik bahan tersebut.
Contoh : pemanfaatan kaleng bekas untuk keperluan pot tanaman, atau botol bekas untuk tempat bumbu dapur, dsb.

Recovery adalah proses daur ulang untuk memperoleh kembali unsur tertentu dari limbah suatu proses produksi. Biasanya unsur tersebut diperoleh dalam bentuk senyawa yang berlainan dengan sebelumnya.
Contoh : Perolehan kembali unsur logam (Cr) dari limbah penyamakan kulit.

Reduce adalah proses pengurangan timbulan limbah sehingga menimbulkan dampak sesedikit mungkin pada lingkungan dengan cara mengganti atau mensubstitusi bahan baku oleh bahan yang ramah lingkungan, misalnya.

Aspek ketiga dalam pengelolaan limbah industri adalah pengolahan atau destruksi limbah. Seperti telah disinggung diatas, pengolahan merupakan konsep awal dari pengelolaan limbah, yang kemudian
menjadi alternatif terakhir dalam penanganan limbah industri. Hal ini, selain karena pertimbangan ekonomis, juga secara filosofis proses pengolahan limbah lebih merupakan proses konversi pencemar dari bentuk satu ke bentuk lainnya daripada proses penghilangan (removal) yang sesungguhnya.
Sehingga pada akhirnya akan menimbulkan masalah baru. Sebagai contoh, pada proses pengolahan limbah secara biologis, pencemar organik dari air limbah akan terkonversi menjadi mikroorganisme yang terakumulasi sebagai lumpur yang kemudian harus diolah lanjutan agar tidak menimbulkan permasalah lingkungan.
Dalam perkembangannya, teknologi pengolahan limbah industri, maupun secara spesifik B3, telah berkembang sedemikian pesatnya sehingga hampir semua aspek pencemar yang ada secara teknis akan mampu diolah secara baik. Tentunya hal ini terlepas dari aspek finansial yang akan mengikuti seberapa tinggi tingkat efisiensi pengolahan yang akan dilakukan.

Aspek ke empat adalah penimbunan/pembuangan, seperti yang diperlihatkan pada Tabel berikut ini terdiri dari beberapa alternatif teknologi. Dari seluruh alternatif yang ada, sistem landfill adalah yang
paling sering digunakan. Biasanya alternatif pemilihan lokasi didasarkan beberapa pertimbangan, dengan pola aliran seperti terlihat pada Gambar. Selama ini masalah yang ada, khususnya dalam
penetapan lokasi pembuangan limbah, kajian tentang potensi lahan baru dilakukan setelah lokasi pembuangan tersebut ditetapkan. Jadi pola pikirnya terbalik.
Disamping itu, walaupun teknologi pembuangan limbah ini secara teknis relatif mudah untuk dilakukan, namun pada kenyataannya sulit dilakukan akibat terbatasnya anggaran yang disediakan.

Dalam peraturan Bepedal, penimbunan limbah industri hanya diperbolehkan pada Landfill kategori III (Landfill teramankan) yang dilengkapi dengan sistem drainase untuk penampungan lindi, fasilitas
pemantauan air tanah, dan membran kedap air. Aturan mengenai rancang bangun, jenis limbah industri dan kadar total bahan pencemar yang akan ditimbun, semuanya dinyatakan dalam Keputusan Kepala Bapedal No. 04/1995. Misalnya persyaratan limbah B3 yang ditimbun adalah adanya kelengkapan data yang berhubungan dengan:
- Finger printing test
- Toxicity Characteristic Leaching Procedure (TCLP)
- Solidifikasi/stabilisasi
- Tidak bersifat mudah meledak, mudah terbakar, reaktif, menyebabkan infeksi, mengandung zat organic > 10%, mengandung PCBs, mengandung dioxin, mengandung radioaktif, berbentuk cair/lumpur. Termasuk juga kewajiban untuk melakukan penimbunan tanah penutup
(post closure).

4. Perkembangan pengelolaan limbah industri 
Perkembangan pengelolaan limbah industri di Indonesia praktis baru dilakukan setelah menginjak tahun 90-an. Padahal di dunia, perkembangan tersebut telah terjadi jauh sebelumnya, yaitu sejak awal
tahun 70-an.
Sebelum tahun 1980, penanganan masalah limbah industri, khususnya limbah B3, sesuai dengan perkembangannya diatasi dengan cara:
a). Pembuangan ke lahan dan penyimpanan (land disposal and storage)
b). Pengolahan (treatment)
c). Pengurangan timbulan limbah (waste reduction)
d). Daur ulang dan perolehan kembali (recycling dan recovery)
e). Pembakaran (incineration)

Sedangkan pada tahun 1980-an, perkembangan pengelolaan limbah oleh industri menjadi berubah dengan kecenderungan penanganan sebagai berikut:
a). Pengolahan air limbah
b). Compoundment
c). Storage
d). Injection well
e). Waste reduction
f). Landfill
g). Incineration
h). Solidification

Kebijakan pemerintah negara-negara maju, terutama di Amerika, menekankan pada pengelolaan dengan urutan prioritas sebagai berikut:
a). Pencegahan polusi
b). Daur ulang dan perolehan kembali (recycling dan recovery)
c). Pengolahan dan pembakaran
d). Pembuangan lahan

Selain itu biaya yang juga harus diperhitungkan dalam kaitan dengan konsep di atas adalah:
a). Penanganan sumber dan penyimpanan sebelum dilakukan
pengolahan
b). Pengangkutan ke unit pengolahan
c). Pengoperasian unit pengolah
d). Penanganan dan penyimpanan residu hasil pengolahan
e). Pengangkutan residu ke tempat pembuangan akhir
f). Pembuangan akhir dan pentaatan terhadap peraturan/perundangan

Dari hati-hati. Adanya permasalahan yang dikemukakan di atas, dapat di atasi dengan langkah-langkah perlunya peningkatan tingkat kesadaran lingkungan masyarakat dan industri dalam menyikapi masalah pencemaran. Hal ini bisa dilakukan melalui jalur pendidikan formal
maupun yang informal. Bagaimanapun hal ini adalah masalah bersama yang memerlukan pemikiran bersama agar diperoleh hasil yang optimum bagi seluruh pihak yang terlibat. Diperlukan keterlibatan para ahli lingkungan dalam proses diseminasi (baik aspek teknis maupun aspek non-teknis, seperti peraturan/regulasi) ini agar tidak terjadi ketimpangan interpretasi, terutama juga bagi para pelaku yang langsung terlibat dalam pengelolaan limbah industri, baik masyarakat, pemerintah
maupun pengusaha.

c. Rangkuman

1. Peraturan yang berkaitan dengan pengelolaan limbah industri.
Peraturan yang berkaitan dengan pengelolaan limbah industri telah dituangkan dalam UU 23/1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup yang diundangkan sebagai pengganti UU No. 4/1992. Secara
spesifik hal ini ditindaklanjuti dalam Peraturan Pemerintah, PP 19/1994 tentang Pengelolaan Limbah Berbahaya dan Beracun dan PP 12/1995 tentang Perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 19
Tahun 1994 Tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun dan diperbarui dengan dikeluarkannya PP 18/1999 Tentang Pengelolaan Limbah Bahan.

2. Permasalahan yang timbul dalam pengelolaan limbah industri.
 Adanya sikap masyarakat yang kontradiktif dalam menyikapi permasalahan pembuangan limbah B3.
 Belum ada ketentuan teknis dalam pengelolaan limbah industri di atas akan menciptakan peluang bagi para pengusaha untuk menciptakan bidang usaha yang baru dan bagi praktisi/ilmuwan
untuk menciptakan teknologi baru.
 Sikap pengusaha yang sampai saat ini berpendapat bahwa mengelola limbah hanya merupakan beban semata, extra-costs yang dapat menyebabkan hilangnya daya saing.
 Walaupun dalam UU maupun peraturan yang ada, semua aspek yang berhubungan dengan pengelolaan limbah industri/B3 telah dibahas secara rinci, namun dalam pelaksanaannya masih terasa kurang efektif.

3. Kajian teknis pengelolaan limbah industri
Pengelolaan limbah industri meliputi aspek-aspek yang berhubungan dengan:
a). Eliminasi atau reduksi limbah
b). Recycling/reuse limbah
c). Pengolahan/destruksi limbah
d). Pembuangan limbah.

4. Perkembangan pengelolaan limbah industri 
Kebijakan pemerintah negara-negara maju, menekankan pada pengelolaan dengan urutan prioritas sebagai berikut:
a). Pencegahan polusi
b). Daur ulang dan perolehan kembali (recycling dan recovery)
c). Pengolahan dan pembakaran
d). Pembuangan lahan
e). Perlunya peningkatan tingkat kesadaran lingkungan masyarakat dan industri dalam menyikapi masalah pencemaran



Sabtu, 27 Februari 2016

Pelatihan metode pemadaman kebakaran yang diakibatkan oleh sumber api

Metode pemadaman kebakaran yang diakibatkan oleh sumber api :

a) Hidupkan segera alarm
b). Beritahu regu pemadam kebakaran
c) Peringatkan setiap orang agar segera keluar.
d) Padamkan api dengan peralatan yang tersedia.
e) Bila dipandang perlu segera keluar
f) Jangan masuk kembali ke gedung yang sedang terbakar

Ke 6 langkah keselamatan tersebut penting karena hal-hal berikut:
 Beberapa menit pertama setelah api mulai menyala adalah penting segera ditanggulangi.
 Penting bagi regu pemadam kebakaran tiba saat api masih kecil sehingga mudah dikendalikan daripada datang setelah api menjadi besar sehingga sulit ditanggulangi.
 Seseorang mengawasi regu pemadam kebakaran dapat mengarahkan mereka langsung ke tempat kebakaran tanpa harus menunda.
 Api yang masih kecil dapat dengan mudah ditanggulangi dengan peralatan yang tepat,
 Begitu api menjadi besar, penundaan dalam mengevakuasi bangunan dapat meregut nyawa seseorang.
 Asap dan gas di dalam bangunan sangat berbahaya, walaupun sumber api dan panasnya jauh.
 Bila kebakaran terjadi pada saluran gas yang bocor, dan anda tidak dapat mematikan saluran gas, jangan coba-coba mematikan nyala api. Bila perlu, atau memungkinkan, cobalah mendinginkan peralatan yang ada di sekitarnya.
 Selebihnya biar ditangani oleh ahlinya.

c. Rangkuman
Metode pemadaman kebakaran yang diakibatkan oleh sumber api:
a) Hidupkan segera alarm
b) Beritahu regu pemadam kebakaran
c) Peringatkan setiap orang agar segera keluar.
d) Padamkan api dengan peralatan yang tersedia.
e) Bila dipandang perlu segera keluar.
f) Jangan masuk kembali ke gedung yang sedang terbakar

Penggunaan alat pemadam kebakaran jinjing untuk mencegah kebakaran berdasarkan standard operational prosedure

1. Prinsip Pemadaman Kebakaran
Kebakaran adalah suatu nyala api, baik kecil atau besar pada tempat yang tidak kita hendaki, merugikan dan pada umumnya sukar dikendalikan. Api terjadi karena persenyawaan dari: 
 Sumber panas, seperti energi elektron (listrik statis atau dinamis), sinar matahari, reaksi kimia dan perubahan kimia. 
 Benda mudah terbakar, seperti bahan-bahan kimia, bahan bakar, kayu, plastik dan sebagainya. 
 Oksigen (tersedia di udara)

Apabila ketiganya bersenyawa maka akan terjadi api. Dalam pencegahan terjadinya kebakaran kita harus bisa mengontrol Sumber panas dan Benda mudah terbakar, misalnya Dilarang Merokok ketika
Sedang Melakukan Pengisian Bahan Bakar, Pemasangan Tanda-Tanda Peringatan, dan sebagainya.
Apabila sudah terjadi kebakaran maka langkah kita adalah menghilangkan adanya Oksigen dalam kebakaran tersebut. Contoh mudahnya seperti ketika kita menghidupkan lilin, lalu coba kita tutup
dengan gelas maka api pada lilin tersebut akan mati karena oksigen yang berada di luar gelas tidak dapat masuk dan oksigen yang berada dalam gelas berubah menjadi Karbon Dioksida (CO2) yang mematikan api. Ketika kita memadamkan kebakaran dengan mengunakan APAR, karung goni yang basah dan pasir yang terjadi adalah kita mengisolasi adanya oksigen dalam api tersebut asal semua permukaan api tertutupi oleh ketiga media pemadaman tersebut dan api akan mati seperti lilin yang kita tutup memakai gelas tadi. Bila kita menggunakan air sebagai media pemadaman maka terjadi reaksi pendinginan panas dan isolasi oksigen dari kebakaran tersebut.

2. Alat-alat Pemadam Kebakaran 

Gambar 12. APAR dan bagian-bagiannya

Gambar 13. APAR dan jenis medianya

Pemadam api portable biasanya ditempatkan pada tempat yang aman. Ada 4 jenis alat pemadam kebakaran dengan beberapa perbedaan pada masing-masing jenisnya. Pada bagian sisi alat pemadam biasanya dilengkapi dengan label instruksi. Label ini memberikan rincian bagaimana menggunakan pemadam api, juga dijelaskan untuk api jenis apa digunakan. Selalu baca plat instruksi sebelum anda menggunakan pemadam api. Ke empat alat pemadam api tersebut adalah sebagai berikut:

1) Pemadam kebakaran yang berisi air 
pemadam kebakaran jenis berisi air hanya cocok untuk memadamkan api kelas A. Pemadam ini dicat merah. Rentang semprotannya berkisar 10m. Digunakan sesuai petunjuknya. Jenis pemadam bertekanan gas berkerja sampai kosong. Jenis pemadam bertekanan udara diaktifkan dengan alat picu dan dapat dihentikan setiap saat dengan cara
melepas pemicu.

 Pemadam kebakaran yang berisi air

2)  Pemadam Kebakaran Karbon Dioksida (CO2) 
Alat ini diisi deengan karbon dioksida, cairan ini mempunyai tekanan yang sangat tinggi. Jenis ini paling sesuai untuk memadamkan api kelas B dan kelas C.
Jenis ini dicat warna merah dengan garis/pita hitam. Ukuran kecil mempunyai kemampuan semprot sampai 1,2m dan yang berukuran besar mempunyai kemampuan sampai 3 m.

 Pemadam Kebakaran Karbon Dioksida (CO2) 

3) Pemadam Kebakaran Busa 
Variasi mekanisme dan bahan kimia yang digunakan pada pemadam kebakaran busa cocok digunakan untuk memadamkan api kelas B dan terbatas pada api kelas A.
Tabung alat ini dicat dengan warna BIRU. Jarak semprotnya berkisar 6m. Operasikan sesuai petunjuk. Busa digunakan untuk membentuk selimut untuk menutupi dan memadam api. Pemadam
kebakaran jenis busa adalah yang paling efektif untuk memadamkan api dari bahan bakar cair yang berada dalam wadah diaman bahan ini cukup panas untuk dapat terbakar sendiri bila bersinggungan dengan oksigen.
Busa kurang efektif pada tumpahan yang menyebar. Jenis ini biasa jadi tidak efektif cairan yang terbakar seperti alcohol.
Untuk memadamkan cairan yang sedang terbakar, arahkan semprotan pemadam ke bagian sisi wadah di atas cairan. Hal ini akan menyebabkan busa mengalir ke bawah an menyebar di atas permukaan
cairan. 

APAR busa

4) Pemadam Kebakaran Tepung Kering
Pemadam ini diisi dengan bahan kimia berbentuk tepung kering yang diinjeksikan dengan tekanan gas, atau dengan tekanan udara. Jenis ini sesuai untuk memadamkan api kelas B dan C.
Tabung pemadam ini dicat warna MERAH dengan lingkaran PUTIH.
Alat ini mempunyai nozel berbentuk kipas. Rentang semprotan yang berukuran kecil sampai 3 m, dan yang berukuran besar sampai 6 meter. Operasikan berdasarkan petunjuk pemakaian. Pemadam kebakaran jenis tepung kering mempunyai reaksi pemadaman yang sangat cepat. Kabut bahan kimia kering ini cenderung melindungi orang yang memadamkan api dari panas.  
Tepung kering adalah pemadam api yang paling efektif untuk memadamkan cairan yang terbakar pada area yang luas, khususnya pada tumpahan yang mengalir bebas. Semprotkan tepung ke bagian dasar api dan tutupi apinya dengan menggerakan nozel ke kanan dan ke kiri.

APAR Tepung Kering

Rangkuman 

1. Prinsip Pemadaman Kebakaran
Kebakaran adalah suatu nyala api, baik kecil atau besar pada tempat yang tidak kita hendaki, merugikan dan pada umumnya sukar dikendalikan. Api terjadi karena persenyawaan dari: 
 Sumber panas, seperti energi elektron (listrik statis atau dinamis), sinar matahari, reaksi kimia dan perubahan kimia. 
 Benda mudah terbakar, seperti bahan-bahan kimia, bahan bakar, kayu, plastik dan sebagainya. 
 Oksigen (tersedia di udara)

2. Macam-macam alat-alat Pemadam Kebakaran
Pemadam api portable biasanya ditempatkan pada tempat yang aman. Ada 4 jenis alat pemadam kebakaran dengan beberapa perbedaan pada masing-masing jenisnya. Pada bagian sisi alat pemadam biasanya dilengkapi dengan label instruksi. Label ini memberikan rincian bagaimana menggunakan pemadam api, juga dijelaskan untuk api jenis apa digunakan. 

 Pemadam kebakaran yang berisi air 
pemadam kebakaran jenis berisi air hanya cocok untuk memadamkan api kelas A.
Pemadam ini dicat merah. Rentang semprotannya berkisar 10m 

 Pemadam Kebakaran Karbon Dioksida (CO2) 
diisi dengan karbon dioksida, cairan ini mempunyai tekanan yang sangat tinggi. Jenis ini paling sesuai untuk memadamkan api kelas B dan kelas C. Jenis ini dicat warna merah dengan garis/pita
hitam. Ukuran kecil mempunyai kemampuan semprot sampai 1,2m dan yang berukuran besar mempunyai kemampuan sampai 3 m. 

 Pemadam Kebakaran Busa, 
Variasi mekanisme dan bahan kimia yang digunakan pada pemadam kebakaran busa cocok digunakan untuk memadamkan api kelas B dan terbatas pada api kelas A. Tabung alat ini dicat dengan warna BIRU. Jarak semprotnya berkisar 6m. 

 Pemadam Kebakaran Tepung Kering, 
pemadam ini diisi dengan bahan kimia berbentuk tepung kering yang diinjeksikan dengan tekanan gas, atau dengan tekanan udara. Jenis ini sesuai untuk memadamkan api kelas B dan C. Tabung pemadam ini dicat warna MERAH dengan lingkaran PUTIH. Alat ini mempunyai nozel berbentuk kipas. Rentang semprotan yang berukuran kecil sampai 3 m, dan yang berukuran besar sampai 6 meter.

Pembuatan panduan pelayanan kesehatan dan keselamatan di sekitar lingkungan tempat kerja

Sesuai dengan kondisi perusahaan dan kebijakan pihak manajemen, terdapat berbagai jenis system pelayanan kesehatan. Untuk perusahaan besar dan mampu, penyelenggaraannya dapat dilakukan sendiri. Sedang di perusahaan menengah dan kecil, masih banyak dijumpai berbagai masalah.

Di perusahaan besar, pelayanan kesehatan dilaksanakan secara komprehensif untuk seluruh karyawan, keluarga bahkan pada pensiunan dan janda karyawan. Pengembangan program kesehatan juga selalu disesuaikan dengan kebutuhan yang terjadi. Keadaan demikian ditunjang pula oleh kedudukan bagian kesehatan dalam keseluruhan organisasi perusahaan, yang berada dalam posisi sejajar dengan unsur penunjang lainnya seperti bagian personalia, logistic atau produksi.
Selanjutnya di perusahaan kecil, penyelenggaraan pelayanan kesehatan kerja secara komprehensif umumnya sangat sulit terlaksana. Oleh karena itu, dapat dipilih alternative sebagai berikut:
a). Penyediaan satu dokter untuk sepuluh perusahaan kecil yang berkelompok
b). Menentukan dokter langganan
c). Menggunakan fasilitas pelayanan kesehatan terdekat
d). Ikut serta dalam program asuransi kesehatan

Perlu diketahui bahwa penyelenggaraan pelayanan kesehatan kerja dapat dilakukan sendiri oleh pengurus, diselenggarakan oleh pengurus bekerjasama dengan dokter atau pelayanan kesehatan lain dan oleh pengurus beberapa perusahaan secara bersama. Pengelompokkan perusahaan sebagai dasar kebutuhan tenaga dokter disarankan:
1) menyelenggarakan pelayanan kesehatan kerja berbentuk klinik dan mempekerjakan seorang dokter yang praktek setiap hari.
2) Perusahaan yang mempunyai tenaga kerja 200-500 orang dengan tingkat bahaya rendah harus melakukan pelayanan kesehatan kerja yang berbentuk klinik, dilayani oleh para medis setiap hari dan dokter praktek tiap dua hari. 
3) Sedang perusahaan dengan jumlah tenaga kerja 200-500 orang, dengan tingkat bahaya tinggi, menyelenggarakan pelayanan kesehatan kerja sesuai poin 1. 
4) Perusahaan dengan jumlah tenaga kerja 100-200 orang, dengan tingkat bahaya rendah, menyediakan klinik yang dibuka setiap hari, dilayani oleh para medis, dokter praktek tiap tiga hari. 
5) Apabila perusahaan dengan jumlah tenaga kerja 100-200 orang tersebut mempunyai tingkat bahaya tinggi, maka penyelenggaraan pelayanan kesehatan kerja dilaksanakan seperti pada poin 2. 
6) Perusahaan yang jumlah tenaga kerjanya kurang dari seratus orang, maka pelayanan kesehatan kerja diselenggarakan bersama-sama dengan pengurus perusahaan lain. 

Penyelenggaraan pelayanan kesehatan kerja dan dokter yang memimpin dan melaksanakan pelayanan kesehatan kerja harus disahkan dan disetujui oleh Direktur (pejabat yang ditunjuk oleh Menteri 
Tenaga Kerja), dan telah memperoleh pelatihan dibidang Hiperkes dan Keselamatan Kerja.

Pelayanan Kesehatan Kerja
Pelayanan kesehatan di perusahaan atau dikenal juga sebagai pelayanan kesehatan kerja, diselenggarakan untuk melindungi pekerja dari kemungkinan mengalami gangguan kesehatan yang disebabkan oleh pekerjaan dan lingkungan kerja, serta sekaligus mengupayakan peningkatan kemampuan fisik pekerja.

Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 03/MEN/1982 tentang Pelayanan Kesehatan Kerja, maksud penyelenggaraan pelayanan kesehatan kerja adalah memberikan bantuan kepada tenaga kerja dalam penyesuaian pekerjaan dan karakteristik fisik, melindungi tenaga kerja dari setiap gangguan kesehatan yang timbul dari pekerjaan dan lingkungan kerja, meningkatkan kesehatan badan, kondisi mental dan kemampuan fisik tenaga kerja. Disamping itu perlu diberikan pula pengobatan dan perawatan bagi tenaga kerja yang menderita sakit, disertai rehabilitasinya.

Tugas pokok pelayanan kesehatan kerja, menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 03/MEN/1982, meliputi:
a. Pemeriksaan kesehatan, baik awal mulai bekerja, berkala, maupun secara khusus
b. Pembinaan dan pengawasan penyesuaian pekerjaan terhadap tenaga kerja
c. Pembinaan dan pengawasan lingkungan kerja
d. Pembinaan dan pengawasan saniter
e. Pembinaan dan pengawasan perlengkapan untuk kesehatan tenaga kerja
f. Pencegahan dan pengobatan penyakit umum dan penyakit akibat kerja
g. Pertolongan pertama pada kecelakaan
h. Pendidikan kesehatan untuk tenaga kerja dan pelatihan P3K
i. Pemberian nasehat tentang tempat kerja, alat pelindung diri, gizi dan penyelenggaraan makanan ditempat kerja.
j. Membantu rehabilitasi akibat kecelakaan atau penyakit akibat kerja
k. Pembinaan dan pengawasan tenaga kerja yang mempunyai kelainan tertentu
l. Pelaporan secara berkala

Menurut Occupational Medical Practice Committee dari AOMA (American Occupational Medical Association), program minimal kesehatan kerja adalah:
1). Mentaati semua peraturan perundangan
2). Melakukan tindakan yang mampu menjamin semua operasi dan produk perusahaan agar tidak membahayakan kesehatan tenaga kerja, konsumen maupun masyarakat umum. 
3). Mampu memenuhi kebutuhan perawatan kesehatan bagi mereka yang kesehatannya terganggu akibat pekerjaan, lingkungan kerja atau hasil Produksi.

Rambu Kesehatan dan Keselamatan Kerja

A. Standar Rambu-Rambu K3Rambu-rambu keselamatan dan kesehatan kerja adalah merupakan tanda-tanda yang dipasang ditempat kerja/laboratorium, guna mengingatkan atau mengidentifikasi pada semua pelaksana kegiatan disekeliling tempat tersebut terhadap kondisi, resiko, yang terkait dengan keselamatan dan kesehatan kerja
Manfaat Pemasangan Rambu
  1. Menyediakan kejelasan informasi dan memberikan pengarahan umum
  2. Memberikan penjelasan tentang kesehatan dan keselamatan kerja
  3. Menunjukkan adanya potensi bahaya yang mungkin tidak terlihat
  4. Mengingatkan para pelaksanan dimana harus menggunakan peralatan perlindungan diri sebelum memulai aktifitas di tempat kerja.
  5. Menunjukkan dimana peralatan darurat keselamatan berada.
  6. Memberikan peringatan waspada terhadap beberapa tindakan yang atau perilaku yang tidak diperbolehkan.
Tanda digunakan untuk memperingatkan karyawan dan anggota masyarakat tentang zat-zat berbahaya seperti asam, atau untuk menunjukkan fitur-fitur keselama tan seperti keluar api. Mereka juga dapat memberikan informasi umum atau instruksi spesifik tentang peralatan yang harus dipakai di daerah yang ditunjuk. Yang dimaksud kan dengan rambu-rambu dalam laboratorium adalah semua bentuk peraturan yang dituangkan dalam bentuk :
  1. Gambar-gambar/poster
  2. Tulisan/logo/semboyan/motto
  3. Simbol-simbol
Beberapa tanda harus dipasang sebagai bagian yang dipersyaratkan dari aturan kesehatan dan keselamatan kerja untuk membantu mengurangi risiko berbahaya, adapun poster merupakan penjelasan yang menjelaskan suatu aktifitas dalam bentuk sebab dan akibat. Kesemua hal tersebut diatas teraplikasikan rangka untuk mengingatkan kembali pentingnya prosedur, proses pekerjaan dan hasil pekerjaan yang aman dan memenuhi standar kualifikasi yang telah ditentukan berdasarkan undang-undang keselamatan kerja yang berlaku.
Adapun Rambu dalam workshop yang sering dipasang adalah :
  1. Rambu Larangan
  2. Rambu Peringatan
  3. Rambu Pertolongan
  4. Rambu Prasyarat
Keempat rambu tersebut diatas sangatlah penting untuk dipahami dan disosialisasikan, disamping itu dalam kesehariannya perlu adanya contoh sebelum peserta memasuki areal tempat kerja. Hal ini akan menjadikan peserta dapat melaksanakan prosedur pengerjaan/pembelajaran didalam bengkel dengan bertanggung jawab.
Pemasangan tanda isyarat yang dikenal dengan rambu-rambu di tempat kerja sangatlah penting karena sebagai fungsi kontrol guna memberikan informasi, tentang kondisi seperti larangan, peringatan, persyaratan bahkan suatu pertolongan. Oleh karena itulah sangatlah perlu adanya penjelasan pengetahuan tentang symbol, kode tentang tanda yang akan dipasang sebagai rambu-rambu dengan standar internasional.
Pemasangan rambu harus mengikuti etika standar rambu-rambu keselamatan dan kesehatan kerja yang berlaku, dan dapat dipahami secara internasional, tidaklah asal pasang kerena jika kita salah pasang, bisa saja yang tadinya kita ingin pekerja selamat malah membuat mereka berada dalam suatu resiko atau bahaya. Untuk memilih rambu yang tepat, kita perlu melihat kegiatan yang sedang di lakukan dengan memperhitungkan:
  1. Mengidentifikasi bahaya;
  2. Menentukan kontrol apa yang dibutuhkan; dan
  3. Menentukan jenis rambu dan indicator apa yang perlu digunakan.
Rambu-rambu K3 pada umumnya terdiri dari beberapa symbol atau kode yang menyatakan kondisi yang   perlu mendapat atensi bagi siapa saja yang ada dilokasi tersebut. Guna mempertegas suatu tanda atau rambu, dalam pelaksanaannya dimedakan dlam bentuk warna-warna dasar yang sangat menyolok dan mudah dikenali. Warna yang dipasang pada setiap rambu berupa warna:
  1. Warna Merah         - tanda Larangan (Pemadam Api)
  2. Warna kuning        – tanda Peringatan atau Waspada atau beresiko bahaya
  3. Warna Hijau           – tanda zona aman atau pertolongan
  4. Warna Biru             – tanda wajib ditaati atau prasyarat
  5. Warna Putih           – tanda informasi umum
  6. Warna oranye        – tanda beracun
Warna-warna tersebut diatas merupakan warna dasar sebagai latarbelakang (background), sedangkan gambar atau logo/simbol diatas warna dasar tersebut merupakan warna kontras. Menurut standar yang berlaku secara internasional berupa warna putih atau hitam.
Adapun bentuk-bentuk kombinasi warna dasar dan tulisan dasar rambu K3 yang perlu dipahami adalah seperti dalam table sbb:
warna kombinasi rambu
Penggunaan bentuk rambu yang memuat tanda-tanda atau symbol ada 3 (tiga) bentuk dasar yaitu :
  1. Bentuk Bulat       – Wajib atau bentuk larangan
  2. Segitiga                – tanda peringatan
  3. Segi Empat          – darurat, informasi dan tanda tambahan
Bentuk dasar rambu-rambu standar yang perlu dipahami
bentuk dasar rambu
BRambu-Rambu di Laboratorium/Workshop
Kita ketahui bahwa rambu rambu keselamatan penting untuk ditaati dan dipatuhi agar kita semua terhindar dari kecelakaan. Berikut ini beberapa gambar dan penjelasan rambu-rambu.
1.  Rambu Larangan
Rambu ini adalah rambu yang meberikan larangan yang wajib ditaati kepada siapa saja yang ada di lingkungan itu harus mematuhinya, tanpa ada pengecualian. Adapun larangan yang harus ditaati adalah sesuai dengan rambu gambar atau informasi yang terpasang. Ciri-ciri rambu larangan yang sering ditemui yaitu bentuk bulat, latar belakang berwarna putih, dan logo berwarna hitam, dengan lingkaran terpotong berwarna merah sebagai berikut:
rambu larangan
2.     Rambu Peringatan
Rambu ini adalah rambu yang meberikan peringatan yang perlu diperhatikan kepada siapa saja yang ada di lingkungan itu karena dapat mengakibatkan kejadian yang tidak diinginkan. Adapun Peringatan yang perlu diikuti adalah sesuai dengan rambu gambar atau informasi yang terpasang. Ciri-ciri rambu peringatan yang sering ditemui yaitu bentuk segitiga, latar belakang berwarna kuning, dan logo/gambar berwarna hitam, dengan bingkai berwarna hitam.
rambu peringatan
3.     Rambu Prasyarat/ Wajib Dilaksanakan
Rambu ini adalah rambu yang meberikan persyaratan dilaksanakan kepada siapa saja yang ada di lingkungan itu karena prasyarat tersebut merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan. Adapun Prasyarat yang perlu dilaksankan adalah sesuai dengan rambu tergambar atau informasi yang terpasang. Ciri-ciri rambu prasyarat/kewajiban yang sering ditemui yaitu bentuk bulat, latar belakang berwarna biru, dan logo/gambar berwarna putih.
rambu wajib dilaksanakan
4.     Rambu Pertolongan
Rambu ini adalah rambu yang meberikan bantuan/pertolongan serta arah yang ada di lingkungan itu karena arah/per/longan tersebut merupak petunjuk arah yang harus diikuti siapa saja terutama bila terjadi kondisi darurat.
Adapun rambu pertolongan atau petunjuk arah tersebut dipasang pada tempat yang strategis dan mudah terlihat. dengan jelas. Ciri-ciri rambu pertolongan atau petunjuk arah tersebut berbentuk segi empat dengan warna dasar hijau dan logo/gambar warna putih.
rambu pertolongan
5. Strategi Penerapan
Setiap dunia usaha sewajarnya memiliki strategi yang dapat memperkecil bahkan menghilangkan kejadian kecelakaan dan penyakit akibat kerja sesuai kondisi tempat kerjanya. Strategi yang perlu diterapkan meliputi:
  • Manajemen perlu menetapkan bentuk perlindungan bagi karyawan dalam menghadapi kejadian kecelakaan kerja
  • Manajemen dapat menentukan apakah peraturan tentang K3 bersifat formal ataukah informal.
  • Pihak manajemen dapat menggunakan tingkat penerapan K3 yang optimal sebagai faktor promosi perusahaan ke khalayak luas
Sumber : http://www.jejaring.web.id/rambu-kesehatan-dan-keselamatan-kerja-di-lab-workshop/



TUGAS :


    1. Sebutkan 2 macam alat keselamatan kerja
    2. Alat-alat apa saja yang biasa dipakai pada saat menyapu ruangan
    3. Sebutkan langkah keselamatan kerja yang harus dilakukan pada saat anda melihat orang sedang mengelas memakai mesin las listrik?
    4. Buatlah gambar simbol “Dilarang merokok diruangan ini”
    5. Buatlah gambar simbol “Pakailah Sepatu Kerja”
    6. Buatlah gambar simbol “Tegangan Tinggi”

Perbedaan GFCI dengan AFCI

Interrupters sirkuit Arc-fault (AFCIs) -

Arc Fault Circuit Interrupters (AFCIs) adalah baru-baru ini mengembangkan alat pengaman listrik untuk rumah untuk memberikan perlindungan dari kebakaran akibat kondisi kabel rumah tidak aman.

AFCIs tidak harus bingung dengan ground-fault circuit interrupters atau GFCIs.
Sementara kedua AFCIs dan GFCIs perangkat keselamatan yang penting, mereka memiliki fungsi yang berbeda.

AFCIs dimaksudkan untuk mengatasi bahaya kebakaran, GFCIs alamat kejutan bahaya

Arc Flash ( Busur Api )



Flash Arc adalah fenomena dimana Flash Over arus listrik meninggalkan jalurnya dan perjalanan melalui udara ( Konsleting ) dari satu konduktor ke yang lain atau ke tanah (ground).
Hasilnya ketika manusia sering di dekat Flash Arc bisa terjadi cedera serius dan bahkan kematian bisa terjadi.
Arc Flash dapat disebabkan oleh banyak hal termasuk :

  • debu
  • alat terjatuh
  • kondensasi
  • kegagalan material
  • korosi
  • instalasi rusak
Sedangkan akibat dari terjadinya Flash Arc adalah :
  • Luka bakar
  • terjadi loncatan bunga api dan bisa menyebar dengan cepat
  • terjadi ledakan karena tekanan ( diatas 2.000 lbs. Sq.Ft)
  • Panas ( ke atas dari 35.000 dearajat F )

Faktor penentu keseriusan akibat sengatan listrik

Ada tiga faktor yang menentukan keseriusan sengatan listrik pada tubuh manusia, yaitu: besar arus, lintasan aliran, dan lama sengatan pada tubuh. Besar arus listrik
Besar arus yang mengalir dalam tubuh akan ditentukan oleh tegangan dan tahanan tubuh. Tegangan tergantung sistem tegangan yang digunakan (Gambar 1.5), sedangkan tahanan tubuh manusia bervariasi tergantung pada jenis, kelembaban/moistur kulit
dan faktor-faktor lain seperti ukuran tubuh, berat badan, dan lain sebagainya. Tahanan kontak kulit bervariasi dari 1000 k-ohm (kulit kering) sampai 100 ohm (kulit basah). Tahanan dalam (internal) tubuh sendiri antara 100 – 500 ohm.
Contoh:
Jika tegangan sistem yang digunakan adalah 220 V, berapakah kemungkinan arus yang mengalir ke dalam tubuh manusia?
Kondisi terjelek :
- Tahanan tubuh adalah tahanan kontak kulit di tambah tahanan internal tubuh, (Rk)=100ohm +100ohm = 200 ohm.
- Arus yang mengalir ke tubuh: I = V/R = 220 V/200 ohm = 1,1 A
Kondisi terbaik :
- Tahanan Tubuh Rk= 1000 k-ohm
- I = 220 V/1000 k-ohm = 0,22 mA.

Lintasan aliran arus dalam tubuh Lintasan arus listrik dalam tubuh juga akan sangat menentukan tingkat akibat sengatan listrik. Lintasan yang sangat berbahaya adalah yang melewati jantung, dan pusat saraf (otak). Untuk menghindari kemungkinan terburuk
adalah apabila kita bekerja pada sistem kelistrikan, khususnya yang bersifat ONLINE
adalah sebagai berikut:
  • Gunakan topi isolasi untuk menghindari kepala dari sentuhan listrik,
  • Gunakan sepatu yang berisolasi baik agar kalau terjadi hubungan listrik dari anggota tubuh yang lain tidak mengalir ke kaki agar jantung tidak dilalui arus listrik,
  • Gunakan sarung tangan isolasi minimal untuk satu tangan untuk menghindari lintasan aliran ke jantung bila terjadi sentuhan listrik melalui kedua tangan. Bila tidak, satu tangan untuk bekerja sedangkan tangan yang satunya dimasukkan ke dalam saku.
Lama waktu sengatan
Lama waktu sengatan listrik ternyata sangat menentukan kefatalan akibat sengatan listrik. Penemuan faktor ini menjadi petunjuk yang sangat berharga bagi pengembangan teknologi proteksi dan keselamatan listrik. Semakin lama waktu tubuh dalam sengatan semakin fatal pengaruh yang diakibatkannya. Oleh karena itu, yang menjadi ekspektasi dalam pengembangan teknologi adalah bagaimana bisa membatasi sengatan agar dalam waktu sependek mungkin. Untuk mengetahui lebih lanjut tentang pengaruh besar dan lama
waktu arus sengatan terhadap tubuh, ditunjukkan pada Gambar 1.7. Dalam gambar ini diperlihatkan bagaimana pengaruh sengatan listrik terhadap tubuh, khususnya yang terkait dengan dua faktor, yaitu besar dan lama arus listrik mengalir dalam tubuh.
Arus sengatan pada daerah 1 (sampai 0,5 mA) merupakan daerah aman dan belum terasakan oleh tubuh (arus mulai terasa 1-8 mA). Daerah 2, merupakan daerah yang masih aman walaupun sudah memberikan dampak rasa pada tubuh dari ringan sampai sedang walaupun masih belum menyebabkan gangguan kesehatan.
Daerah 3 sudah berbahaya bagi manusia karena akan menimbulkan kejang-kejang/kontraksi otot dan paru-paru sehingga menimbulkan gangguan pernafasan.
Daerah 4 merupakan daerah yang sangat memungkinkan menimbulkan kematian si penderita.

Dalam gambar tersebut juga ditunjukkan karakteristik salah satu pengaman terhadap bahaya sengatan listrik, dimana ada batasan kurang dari 30 mA dan waktu kurang dari 25 ms. Ini akan dibahas lebih lanjut pada bagian proteksi.


Sumber : http://tarn2007.blogspot.co.id/2011/07/bahaya-listrik-dan-sistem-pengamanannya.html